GAGASANKALBAR.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pemberian amnesti kepada terpidana kasus korupsi merupakan peristiwa pertama dalam sejarah lembaga tersebut. Pernyataan ini merujuk pada keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025.

“Kalau untuk KPK sendiri, sejauh yang saya dinas di sini, ini adalah yang pertama (dalam sejarah), amnesti ini,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Hasto sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat karena terbukti memberikan suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku. Ia juga dikenai denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan (ketentuan apabila tidak dibayar).
Namun, melalui Keppres yang berlaku mulai 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto sebagai bagian dari kebijakan pengampunan terhadap 1.116 terpidana lainnya. Keputusan ini telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat konsultasi yang digelar pada 31 Juli 2025.
KPK menegaskan bahwa pemberian amnesti merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
“Jadi karena itu merupakan hak prerogatif (presiden), ya kami harus melaksanakan. Dari Keppres ini harus kami laksanakan,” ujarnya.
Kendati demikian, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan bahwa amnesti tersebut hanya menghapus pelaksanaan hukuman, bukan status hukum Hasto sebagai orang yang telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
“Amnesti yang diberikan Hasto Kristiyanto hanya dalam bentuk tidak melaksanakan hukuman saja, sehingga orang yang mendapat amnesti dari presiden tetap saja bersalah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi,” kata Johanis dalam keterangannya, Minggu (3/8/2025).
Keputusan ini menuai beragam reaksi. Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menyebut pemberian amnesti dalam kasus korupsi sebagai preseden buruk yang berpotensi melemahkan semangat pemberantasan korupsi. Ia menilai langkah tersebut sebagai penyelesaian politis terhadap kejahatan serius.
“Korupsi itu kejahatan serius dan bentuk pengkhianatan terhadap negara. Ketika penyelesaian hukumnya dilakukan secara politis, ini akan menjadi preseden buruk. Apalagi dilakukan ketika lembaga seperti KPK sedang dilemahkan,” ujar Novel melalui unggahan di akun Instagram-nya, Jumat (1/8/2025)
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi dilakukan dalam semangat rekonsiliasi nasional menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80.
Ia menyebutkan, selain Tom yang mendapatkan abolisi dan Hasto yang mendapatkan amnesti, terdapat seribuan orang lainnya yang juga mendapat amnesti dari Prabowo. Total, 1.178 orang diberikan amnesti, termasuk Hasto.
“Kalau amnesti itu jumlahnya 1.178, karena ada ketambahan salah satunya adalah Pak Hasto,” kata dia.
Supratman menjelaskan, ide tentang pemberian abolisi dan amnesti sudah dibahas lama oleh Presiden. Namun, wacana itu tidak pernah secara khusus diberikan untuk orang tertentu.
Menurut dia, Prabowo mewacanakan untuk memberikan abolisi dan amnesti demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya, diperlukan persatuan dari semua pihak untuk membangun bangsa.
“Karena itu, dari dulu Bapak Presiden selalu menginginkan rekonsiliasi. Itu dari hati beliau, selalu begitu,” kata dia.
Ia menegaskan, pemberian abolisi kepada Tom dan amnesti untuk Hasto bukan untuk mencampuri urusan hukum. Menurut dia, Presiden sama sekali tidak mencampuri proses hukum.