Gagasankalbar.com – Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia mendapat sorotan publik setelah menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) secara signifikan. Kebijakan ini memicu gelombang protes warga di Kabupaten Pati, Jombang, Semarang, dan Kota Cirebon, serta mendorong revisi kebijakan fiskal di tingkat lokal.

Pati: Kenaikan 250 Persen Dibatalkan
Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tarif PBB-P2 sempat dinaikkan hingga 250 persen berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2025. Ribuan warga menggelar aksi protes pada 10–13 Agustus 2025, mendorong DPRD menggunakan hak angket untuk mengusut kebijakan tersebut. Bupati Pati, Sudewo, akhirnya membatalkan kenaikan dan berkomitmen mengembalikan kelebihan pembayaran melalui mekanisme APBD.
Jombang: Lonjakan Hingga 1.202 Persen
Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, warga melaporkan lonjakan tagihan PBB-P2 antara 300 hingga 1.202 persen. Sebagai bentuk protes, sejumlah warga membayar pajak menggunakan uang koin. Bupati Jombang, Warsubi, menyebut kenaikan ini merupakan dampak pembaruan data NJOP dari kebijakan sebelumnya. Ia menegaskan, “Saya hanya menjalankan amanah [kebijakan sebelumnya] yang telah diberikan pada 2023, sehingga kami menjalankannya pada 2025”. jelas Wasubi dilansir Tirto.id
Semarang: Kenaikan 441 Persen Dibatalkan
Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, kenaikan PBB-P2 mencapai 400–441 persen. Salah satu warga Ambarawa mengaku tagihan pajaknya naik dari Rp160 ribu menjadi Rp872 ribu. Pemkab Semarang menjelaskan bahwa penyesuaian dilakukan berdasarkan lokasi strategis dan transaksi riil. Namun, setelah terbitnya Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/4528/SJ pada 14 Agustus 2025, kenaikan tersebut dibatalkan.
Cirebon: Revisi Perda dan Evaluasi Tarif
Di Kota Cirebon, Jawa Barat, sejumlah warga mengalami kenaikan PBB hingga 1.000 persen. Salah satu warga, Darma Suryapranata, menyebut tagihannya melonjak dari Rp6,2 juta menjadi Rp65 juta. Paguyuban Pelangi Cirebon menuntut pencabutan Perda Nomor 1 Tahun 2024. Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, menyatakan, “Kesepakatan ini sudah dibicarakan bersama perwakilan masyarakat, termasuk komunitas Pelangi. Semua setuju tarif maksimal 0,3 persen”.
Analisis: Transparansi dan Sosialisasi Jadi Sorotan
Kenaikan tarif PBB-P2 di berbagai daerah umumnya dipicu oleh pembaruan data NJOP yang telah stagnan selama lebih dari satu dekade. Namun, minimnya sosialisasi dan kajian dampak sosial ekonomi membuat kebijakan ini menuai kritik.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan, “Saya mohon kepala daerah lainnya, setiap mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan pajak dan retribusi, jangan sampai memberatkan masyarakat. Lakukan bertahap saja” ujar Tito dikutip dari Neraca.co.id
Sementara itu, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menyatakan, “PBB-P2 menjadi instrumen paling cepat dioptimalkan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena sepenuhnya berada di kewenangan pemda melalui penyesuaian NJOP” tegas Rizal juga dikutip dari Neraca.co.id









